Bonus demografi usia kerja akan mendukung pertumbuhan investor Indonesia di pasar modal.
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melaporkan investor pasar modal saat ini didominasi oleh mereka yang berusia di bawah 30 tahun (58,65%) dan lulusan SMA (62,95%).
“Sekarang dominasi jenjang pendidikan sudah bergeser, yang sebelumnya kebanyakan lulusannya adalah mahasiswa,” ujar Direktur Utama KSEI Ouriep Budhi Prasetyo.
Saat ini, tingkat pendidikan sebagian besar investor pasar modal Indonesia adalah lulusan SMA atau mahasiswa.
“Tapi pendidikan itu perlu, literasi harus terus ditingkatkan. Jangan sampai transaksi bertambah, jadi pelanggan saja,” tambah Urep.
Uriep menjelaskan, data per 16 Desember 2022 menunjukkan jumlah investor di pasar modal Indonesia mencapai 10.237.710 atau 10,23 juta investor.
Meningkat 36,70 persen dibanding akhir tahun 2021.
Sedangkan pasar modal di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 30 persen pada tahun 2023.
Investor lokal mendominasi jumlah dan komposisi aset.
Youriep menjelaskan, dalam dua tahun terakhir, jumlah investor di pasar modal tumbuh pesat. Anomali muncul saat pandemi Covid-19 melanda, yang membuat jumlah investor meningkat pesat.
Pada tahun 2019, jumlah investor di pasar modal mencapai 2,48 juta orang. Kemudian naik 56,21 persen menjadi 3,88 juta pada 2020.
Tahun berikutnya terjadi lonjakan 92,99% menjadi 7,48 juta Single Investor Identifiers (SIDs).
Urep mengatakan KSEI tidak menargetkan untuk menambah jumlah investor.
Namun, sebagai ramalan, Uriep memperkirakan pertumbuhan bisa bertahan di level 20-30% tahun depan.
Yuriep menegaskan, KSER memiliki sistem jika jumlah investor bertambah.
“Kami tidak fokus pada jumlah investor. Yang terbaik masih tumbuh dan berharap 20-30%. Banyak faktor, situasi politik tahun depan, goncangan inflasi, tapi Indonesia sudah menunjukkan ketahanannya,” kata Uriep dalam acara yang digelar Jumat (23/12).
10,23 juta investor pasar modal tersebut merupakan investor yang memiliki saham, obligasi, reksa dana, surat berharga negara (SBN) dan jenis efek lainnya yang tercatat di KSEI.
Dari jumlah tersebut, 4,42 juta investor memiliki investasi ekuitas, obligasi, dan sekuritas lainnya. 9,53 juta investor memiliki aset reksa dana dan 826.000 investor memiliki aset SBN.
Dilihat dari asal investornya, Lokal mendominasi dengan pangsa 99,66% dari total SID pasar modal. Sisanya 0,34% adalah investor asing.
Dari sisi asset mix, investor lokal juga mendominasi dengan pangsa 97,15% dari total aset pasar modal, sementara investor asing menguasai 2,85%.
Ditinjau dari jenis investor, pasar modal Indonesia didominasi oleh institusi dengan kepemilikan aset sebesar 67,20%, sementara pangsa investor swasta sebesar 32,80%.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrick juga menegaskan upaya peningkatan jumlah investor harus diimbangi dengan peningkatan edukasi masyarakat.
Jeffrey juga melihat potensi penanaman modal dan investor di pasar saham di Indonesia masih sangat tinggi.
BEI optimis dengan pertumbuhan jumlah investor di tahun 2023. Bahkan, Jeffrey melihat peluang pertumbuhan lebih dari 30% bagi investor di pasar modal.
Strateginya adalah pendalaman pasar dengan jumlah investor, yang harus diimbangi dengan pendalaman pasar dari sisi produk.
“Produk baru seperti structured warrants dan produk derivatif sedang dikembangkan sebagai pilihan bagi investor,” kata Jeffrey kepada Kontan.co.id, Sabtu (24/12).
Jeffrey juga menyoroti dominasi investor lokal di pasar modal dan saham Indonesia.
Hingga listing November 2022, kontribusi harian investor domestik terhadap transaksi mencapai 69,3%. Menurutnya, kondisi ini berdampak positif.
“Keuntungan pertumbuhan pasar modal kita akan lebih banyak dimanfaatkan oleh investor dalam negeri. Selain itu, akan membuat pasar lebih stabil karena basis investor domestik yang lebih kuat,” jelas Jeffrey.
Praska Putrantio, CEO Edvisor.id, setuju. Dengan dominasi investor lokal, tren kenaikan indikator pasar modal Indonesia, seperti indeks pasar saham, dapat menjadi lebih stabil dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Praska memperkirakan pertumbuhan investor akan kembali ke level moderat pada 2023 setelah sempat melonjak signifikan pada 2020-2022.
Apalagi, volatilitas pasar diperkirakan akan terus meningkat pesat tahun depan.
“Jumlah investor terus bertambah, namun secara bertahap kembali ke level moderat. Mereka cenderung memperhatikan dinamika kondisi ekonomi dan moneter atau market time agar mampu menarik lebih banyak investor pada saat yang tepat,” pungkas Praska.
Dukungan Pertumbuhan Investor
Yuriep mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, KSEI telah melakukan sejumlah terobosan untuk mendukung pertumbuhan investor.
Pada tahun 2022, KSEI melakukan peremajaan core system yang digunakan untuk penyimpanan dan penagihan.
Pada Agustus 2022, KSEI akan meningkatkan kapasitas Kustodian Sentral Efek dan sistem pemindahbukuan (C-BEST), sistem penyimpanan dan penyelesaian di pasar modal.
“Di zaman perak ini, kami tetap mengangkat tema 25 tahun kemajuan konstruksi. Salah satu inovasi KSEI menjadi milestone bagi pasar modal Indonesia, khususnya untuk pengembangan sistem dan infrastruktur,” ujar Uriep dalam acara, Jumat (23/12). . . .
Peningkatan kapasitas sistem diharapkan dapat membantu meningkatkan jumlah investor di pasar modal, serta meningkatkan frekuensi transaksi bursa di masa mendatang.
Saat ini C-BEST dapat memproses penyelesaian transaksi dengan tarif 150.000 per menit.
Jumlah ini meningkat menjadi 650% dari sebelumnya 20.000 per menit. Ini termasuk peningkatan jumlah rekening efek tambahan (SRE) yang dapat dibuka dengan masing-masing perusahaan investasi dan kustodian dari 1,6 juta menjadi 2 miliar SRE saat ini.
Terkait jumlah investor, Direktur KSEI Supranoto Prajogo mengatakan, sejak akhir tahun 2021 hingga 16 Desember 2022, jumlah investor di pasar modal meningkat sebesar 36,7%.
Dari 7,49 juta investor pada akhir tahun 2021 menjadi 10,24 juta investor per 16 Desember 2022.
Jumlah ini merupakan jumlah investor yang memiliki saham, obligasi, reksadana, surat berharga negara (SBN) dan jenis efek lainnya yang terdaftar di KSEI.
Dengan komposisi 4,42 juta investor yang memiliki aset yang diperdagangkan di bursa, surat utang, dan surat berharga lainnya. 9,53 juta investor memiliki aset reksa dana dan 826.000 investor memiliki aset SBN.
Menurut data yang tercatat di KSEI per 16 Desember 2022, investor pasar modal adalah 62,63% laki-laki, 58,65% di bawah 30 tahun, pegawai swasta 32,21%, lulusan SMA 62,95%, 48,53% berpenghasilan Rp10 juta. 100 juta orang per tahun dan 69,09% tinggal di pulau Jawa.
Dibandingkan dengan data demografi tahun sebelumnya, prevalensi pencapaian pendidikan mengalami pergeseran.
Sebelumnya, sebagian besar investor Indonesia di pasar modal adalah lulusan universitas. Nah, tingkat pendidikan investor kebanyakan adalah lulusan SMA atau mahasiswa.
Selain itu, pertumbuhan jumlah investor di wilayah timur yaitu Papua dan Maluku tercatat meningkat sekitar 40% dan merupakan pertumbuhan tertinggi dibandingkan wilayah lainnya. Pertumbuhan jumlah investor di luar pulau Jawa juga semakin pesat karena perkembangan teknologi.
Menurut Supranoto, 78,15% investor membuka rekening melalui agen penjual fintech (financial technology). Artinya, platform digital sebenarnya sudah menjadi media yang banyak digunakan investor untuk berinvestasi di pasar modal, ujarnya.
Upaya membuka akses ke pasar modal dengan memfasilitasi pembukaan rekening juga terus dilakukan KSEI melalui kerja sama dengan perusahaan investasi dan bank pengelola dana nasabah (RDN).
Selama tahun 2022, akan muncul tambahan bank administrator RDN yang bekerja sama dengan KSEI.
Artinya, hanya 18 bank yang dapat mendukung pembukaan RDN saat berinvestasi di pasar modal.
Sementara itu, jumlah Perusahaan Efek yang dapat mendukung program fasilitasi pembukaan rekening pada tahun 2022 juga bertambah sebanyak 9 perusahaan, sehingga total 40 Perusahaan Efek yang dapat mendukung proses pembukaan rekening secara online.
Direktur KSEI Syafruddin melanjutkan, dukungan KSEI terhadap investor dalam negeri juga dilakukan melalui kerja sama antara KSEI dan Bank Indonesia.
Per 31 Januari 2022, KSEI sebagai salah satu dari 106 anggota BI-FAST dan satu-satunya anggota memiliki izin resmi untuk beroperasi sebagai lembaga non-bank.
“Kami berharap dengan bergabungnya KSEI sebagai anggota BI-FAST akan meningkatkan efisiensi transaksi di pasar modal Indonesia, khususnya investor ritel,” ujar Syafruddin.
Menurut Shahruddin, CGER telah menyiapkan 41 rencana kerja untuk tahun 2023.
Salah satunya adalah rencana pengembangan alternatif kustodian dana nasabah di SRE untuk instrumen ekuitas dan utang, serta Single Investor Fund Account (IFUA) untuk instrumen reksa dana.
“Oleh karena itu, investor pasar modal Indonesia nantinya memiliki alternatif penempatan dan penyelesaian dana di SRE dan IFUA selain RDN.
Sehingga investor pasar modal tidak lagi harus menunggu pembukaan RDN untuk bertransaksi di pasar modal,” ujar Syafruddin.
Sebagai referensi: KSEI didirikan pada tanggal 23 Desember 1997.
KSEI adalah self-regulatory organization (SRO) bersama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Perusahaan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).
Tahun ini, KSEI mendapatkan predikat Best CSD in South East Asia dari Alpha South East Asia.
Gelar ini sebelumnya pernah diraih KSEI pada tahun 2016, 2018, 2019, dan 2021. (Kontan)