Analis: Pasar Lesu, Saatnya Mencari Diskon Bagus Untuk Saham

Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada dua pekan pertama 2023 bisa menjadi pendorong bagi investor untuk mencari “diskon” pada saham-saham yang fundamentalnya bagus.

Khandi Erawan, analis teknikal House of Traders Community, mengatakan pasar yang lemah tidak selalu berarti buruk. Namun, lanjut dia, kondisi tersebut justru menjadi dorongan untuk membeli saham-saham yang fundamentalnya bagus dengan harga murah.

Membuka tahun 2023, IHSG menunjukkan tren pelemahan dan kembali menguji level support. Namun, dia melihat peluang IHSG untuk kembali ke level 7000, seperti tahun lalu.

“Momentum beberapa saham bisa kita manfaatkan sebagai penggerak IHSG,” ujarnya dalam keynote investasi bertajuk “Investing in Uncertainty” yang berlangsung secara daring, Minggu (15/1/2023).

Dia mengidentifikasi beberapa saham pilihan dari sektor perbankan/keuangan, logam dan teknologi untuk dipertimbangkan. Selain itu, lanjutnya, persediaan barang konsumsi, barang konsumsi diskresioner, dan saham infrastruktur mendekati waktu Ramadhan dan Idul Fitri.

“Untuk perbankan ada BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, BRIS. Sektor energi/minyak meliputi AKRA, MEDC, ELSA, RAJA. Bidang metalurgi yaitu ANTM, INCO, HRUM. Perhatikan sektor teknologi OPEN, GOTO, EMTK. Untuk sektor consumer goods ada CPIN, JPFA, UNVR, ICBP, INDF. Sesuai kebijaksanaan konsumen, lihat ACES, ERAA, ASII. Infrastruktur memperhatikan TOWR, JSMR, EXCL, ISAT, TLKM.”

Dari sisi saham sektor energi, khususnya batu bara, Khandy menunjukkan adanya ruang koreksi akibat kenaikan tajam dalam periode cepat di 2022.

“Dari Maret hingga Mei, lalu Juni hingga Juli, pertumbuhannya cukup tajam. Ibu Sri Mulyani [Menteri Keuangan] juga mengatakan bahwa harga komoditas pada tahun 2023 tidak akan setinggi tahun lalu. Ini sinyal yang bisa kita gunakan jika harga saham batu bara akan kembali melakukan aksi harga di wilayah yang biasa bergerak,” jelasnya.

Sementara itu, Rulli A. Wisnubroto, Ekonom Senior PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, memperkirakan pasar modal dalam negeri mengalami tren yang terus melemah pada 2 pekan pertama tahun 2023. Namun, dalam 2 hari terakhir, IHSG mulai menguat hingga ke posisi 6641. , 8th.

“(Tanda) sejak awal tahun sudah 3 persen. Yang ini (IHSG) salah satu yang terburuk, atau mungkin yang terburuk di antara bursa global lainnya,” ujarnya.

Namun, dia mengakui bahwa keadaan ini tidak terlalu mengejutkan. Dia menilai salah satu pencela IHSG di dua pekan pertama tahun ini adalah aksi ambil untung setelah IHSG menunjukkan hasil positif di tahun 2022, menguat lebih dari 4 persen (y/y). “Oleh karena itu, tidak mengherankan jika terjadi koreksi di awal tahun ini. Terlihat ada aliran keluar modal di pasar domestik yang juga terjadi pada bulan Desember,” ujarnya.

Dalam dua minggu pertama tahun 2023, arus keluar modal asing dari pasar saham Indonesia mencapai Rp5,2 triliun. Sementara itu, arus keluar modal asing dari pasar saham Indonesia yang terakumulasi sejak Desember 2022 mencapai sekitar 26 triliun rupiah. “Dengan nilai tukar rata-rata sekitar 15.500 rupee, hasilnya sekitar $1,7 miliar,” katanya.

Seperti halnya saham, pasar obligasi Indonesia akan diuji ketahanannya. Namun, sementara pasar saham sangat dipengaruhi oleh ekspektasi, obligasi lebih dipengaruhi oleh inflasi dan suku bunga.

“Karena ketika suku bunga naik, kupon biasanya habis. Jadi ketika ekspektasi masa depan mendekati puncak kenaikan suku bunga, konsekuensi untuk obligasi biasanya sangat bagus.”

Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun sekitar 6,7% minggu lalu, konsisten dengan penurunan imbal hasil di seluruh dunia. Sebagai referensi, imbal hasil obligasi negara 10 tahun turun menjadi sekitar 3,4-3,5 persen. Pasar obligasi Indonesia melihat arus masuk modal dalam dua minggu pertama tahun 2023, melanjutkan tren sejak November 2022. Sejak periode itu, total aliran modal masuk ke pasar obligasi mencapai sekitar Rp 55 triliun.

Namun, dia memperkirakan pasar obligasi akan sedikit melambat dibandingkan kondisi akhir tahun lalu akibat ekspektasi inflasi dan suku bunga global yang relatif menurun. “Intinya adalah arah ekspektasi suku bunga di masa depan, terutama suku bunga Fed, berdampak besar pada pasar di seluruh dunia, pasar saham, pasar obligasi, dan nilai tukar.”

Co-founder Syariah Adi Nugraha mengingatkan investor bahwa resesi seharusnya tidak mengganggu sistem perdagangan atau perdagangan psikologis. Dalam kondisi ketidakpastian, investor harus berpedoman pada indikator fundamental dan teknikal.

Edi juga memberikan saran langkah-langkah pengelolaan uang yang sederhana. Pertama, tentukan tingkat risiko per bulan (RPB) yang bersedia Anda tanggung. Kedua, menentukan risiko per perdagangan (RPT) di setiap rencana perdagangan. Ketiga, ada buy point (TB), stop loss (SL) dan take profit (TP). Keempat, menghitung jangkauan. Kelima, tentukan jumlah lot dan jumlah modal. “Ini menghilangkan sifat gharar dan spekulasi dan memaksa kita untuk ‘bangun’ menuju resesi yang tidak pasti seperti saat ini.”