Bank Indonesia Menaikkan Suku Bunga Dasar Sebesar 0,50 Poin Menjadi 5,25 Persen

Bank Indonesia memutuskan menaikkan BI Reverse Repo Rate 7 Hari (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Vargio mengatakan keputusan tersebut berdasarkan hasil rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16-17 Maret lalu. November 2022 bertemu.

“Pada 16-17 November 2022, Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen,” kata Perry dalam konferensi pers Bank Indonesia, Kamis ( 17/11/2022). ). ) 2022).

Lanjutnya, suku bunga deposito juga naik 50 basis poin menjadi 4,50 persen. Dan tingkat batas kredit naik 50 basis poin menjadi 6,0 persen.

Perry melanjutkan, keputusan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga merupakan langkah awal, pre-emptive dan pre-emptive untuk meredam ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti tetap pada target 3% plus minus di paruh kedua tahun 2023. ketika hasil mencapai 1%. .

Keputusan ini ditujukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global.

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi nasional,” tutup Perry.

Kenaikan suku bunga BI-7DRR telah diprediksi sejumlah pengamat ekonomi.

Direktur Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sebelumnya menyarankan agar BI menaikkan suku bunga acuan menjadi sekitar 25 basis poin (bps), atau 0,25 persen.

Perkiraan tersebut mengasumsikan bahwa BI akan melakukan intervensi moneter untuk mengantisipasi inflasi yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah di atas Rp 15.000 per dolar AS.

Dengan demikian, BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) akan menjadi 5 persen pada November 2022.

“Suku bunga diperkirakan naik 25 basis poin menjadi 5 persen,” kata Bhima kepada Tribunnews, Kamis (17/11/2022).

“Tren inflasi tahunan yang tinggi dibarengi dengan volatilitas nilai tukar rupiah dengan kecenderungan melemah dan meningkatnya risiko geopolitik menjadi faktor mengapa BI perlu menaikkan suku bunga,” lanjutnya.

Ekonom milenial ini menegaskan, kenaikan suku bunga yang berlebihan harus dibarengi dengan kebijakan moneter fiskal yang dapat meredam dampaknya terhadap sektor riil.

Misalnya, di kemudian hari, mereka yang mendapatkan rumah melalui program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bisa mengemudi lebih lambat, begitu juga dengan kredit mobil.

Oleh karena itu, kebijakan moneter dan fiskal diperlukan untuk menopang pertumbuhan di berbagai sektor.

“Inflasi memang menjadi musuh bersama, namun sensitivitas kenaikan suku bunga dasar terhadap suku bunga kredit juga perlu diperhatikan,” pungkas Bhima.