Bank BTN Hadirkan Strategi Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah Di Tengah Resesi 2023

Nixon Napitupulu, Deputy CEO PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), angkat bicara soal strategi kredit pemilikan rumah (KPR) di tengah ekonomi global yang terancam resesi.

BTN sendiri memiliki sejumlah langkah untuk menghadapi situasi ini, kata Nixon. Selain itu, sektor KPR ini merupakan penopang yang sangat baik bagi pertumbuhan bisnis Bank BTN.

“Kami tetap yakin bahwa pelonggaran dampak KPR, khususnya KPR bersubsidi akan terlihat jelas. Pertama, ada aturan main yang ditetapkan pemerintah sendiri,” ujar Nixon dalam konferensi pers virtual, Rabu (11/11/2019) 1/2023).

Nixon juga mengatakan bahwa data yang dipertanyakan terkait dengan penerbitan pinjaman hipotek. Dia mengakui, bank BTN telah memasukkan banyak data tersebut untuk dijadikan referensi.

“Mitigasi kedua, sebenarnya kita juga punya statistik siapa yang berjalan lancar, siapa yang lebih mungkin mengalami masalah di masa depan,” katanya.

Selain itu, Nixon menegaskan harapan lain dari BTN adalah menarik diri dari pembiayaan sektor real estate.

“Kalau KPR mensubsidi NPL, tarifnya biasanya di bawah 1 persen. Yang kami hindari untuk saat ini adalah masalah pemberian pinjaman hipotek yang berisiko,” katanya.

Terakhir, Nixon mengatakan pemberian KPR pada 2023 tetap menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan memangkas pembiayaan di sektor real estate.

“Oleh karena itu, kami akan terus mendukung pertumbuhan KPR di segmen MBR dan semakin menekan pertumbuhan sektor real estate yang merupakan proyek konstruksi berisiko tinggi,” lanjutnya.

Sekadar informasi, Bank Dunia mengumumkan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 menjadi 1,7 persen, 1,3 poin persentase di bawah perkiraan sebelumnya yang ditetapkan sebesar 3 persen saat itu.

Bank Dunia sengaja memangkas prakiraan ekonomi global untuk tahun 2023 karena ekonomi global menunjukkan tanda-tanda melambat akibat resesi yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina, kenaikan suku bunga yang tinggi, dan krisis keuangan global selama setahun terakhir.

Selain itu, prospek ekonomi negara-negara berkembang diperkirakan akan suram karena penurunan ekonomi yang akan membuat mereka berjuang dengan beban utang yang berat, mata uang yang lemah, dan investasi korporasi yang lesu dibandingkan dengan dekade sebelum Covid-19.