Seiring dengan pulihnya segmen UMKM, restrukturisasi pinjaman dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk juga mengalami penurunan. BRI telah mengambil langkah proaktif dengan membentuk cadangan yang cukup jika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memperbaharui kebijakan restrukturisasi kredit yang akan berakhir pada Maret 2023.
Chief Risk Officer BRI Agus Sudiarto mengumumkan biaya restrukturisasi pinjaman BRI yang terdampak COVID-19 turun signifikan sebesar 54,5 persen dari Rp256,1 triliun di awal pandemi menjadi Rp116,45 triliun di akhir kuartal III 2022. Sementara itu, jumlah nasabah restrukturisasi pinjaman yang terdampak COVID-19 turun menjadi 2,5 juta nasabah.
“Saat ini pelanggan yang tersisa sebanyak 1,4 juta pelanggan. Jadi, ini lebih sedikit 2,5 juta dari tempat pertama dalam restrukturisasi 3,9 juta nasabah BRI pada September 2020 akibat COVID-19. Jadi turun 2,5 juta, saat ini ada 1,4 juta pelanggan dan kami akan terus pantau agar kualitasnya tetap baik,” ujarnya.
Hal ini diikuti dengan kemampuan BRI dalam menjaga kualitas aset yang dibuktikan dengan penurunan Loans at Risk (LAR) dan Non Performing Loan (NPL). Diketahui, LAR BRI pada triwulan III 2022 sebesar 19,3%, turun signifikan dibandingkan periode September 2021 yang mencapai 25,62%.
Kemampuan BRI dalam menjalankan fungsi manajemen risiko yang baik juga ditunjukkan dengan tingkat NPL perseroan yang terkendali sebesar 3,09% pada kuartal III 2022. dari menutup tunggakan utang pada akhir kuartal ketiga tahun lalu sebesar 252,86%.
Kesiapsiagaan cadangan dan fungsi manajemen risiko yang berfungsi menghilangkan kekhawatiran BRI ketika OJK menghentikan kebijakan restrukturisasi pinjaman yang terkena dampak COVID-19, yang berakhir pada Maret 2023. Oleh karena itu, BRI menempuh strategi “soft landing” untuk menjaga kualitas aset dan tetap sehat secara arif.
“Saat itu BRI telah memiliki cadangan yang cukup, maka kami akan melakukan restrukturisasi yang terukur sesuai aturan. Dan ini mungkin akan terus berlanjut, dan kami optimis ke depan, jika kebijakan pelonggaran tidak benar-benar dilanjutkan, bank kami akan siap. Karena cadangan yang kami buat sangat masuk akal. Saat ini provisi khusus COVID-19 hampir mencapai Rp 30 triliun yakni Rp 29,95 triliun atau hampir 26% dari outstanding restrukturisasi COVID-19 di BRI,” ujarnya.
Selain itu, aspek likuiditas dan kecukupan modal korporasi memungkinkan BRI untuk meningkatkan peluang intermediasi pengembangan UMKM. Likuiditas BRI secara konsolidasi tetap kuat dengan LDR mencapai 88,51% pada Q3 2022, dengan LDR optimal sebesar 92%. Dengan demikian, menurut Agus, likuiditas BRI masih cukup untuk mengakselerasi pertumbuhan.
Sejalan dengan misi pemulihan ekonomi, BRI memiliki modal yang kuat untuk ekspansi kredit. Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) konsolidasi yang mencapai 26%.
Sementara itu, total aset BRI naik 4% year on year menjadi Rp 1.684,60 triliun pada kuartal III 2022. Pertumbuhan aset ini sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit: hingga akhir September 2022, total pinjaman dan pembiayaan Grup BRI mencapai Rp1.111,48 triliun, atau naik 7,92% year-on-year.
Tercatat, portofolio kredit UMKM BRI meningkat 9,83% year-on-year dari Rp852,12 triliun pada akhir September 2021 menjadi Rp935,86 triliun pada akhir September 2022. Hal ini semakin meningkatkan pangsa kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit BRI. hingga 84,20%.