Dengan Laba Rp39,31 Triliun, Kontribusi BRI Untuk Kepentingan Negara Dan Rakyat Semakin Besar.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melaporkan pertumbuhan laba tiga digit sebesar 106,14% year-on-year pada kuartal III 2022 menjadi Rp 39,31 triliun. Keuntungan kemudian akan membantu mendukung pemerintah Indonesia dalam merangsang ekonomi melalui dividen dan kewajiban pajak.

Dirut BRI Sunarso mengatakan, BRI selalu menciptakan nilai sosial dan ekonomi secara bersamaan. Dengan demikian, pihaknya menunjukkan bahwa keuntungan dari hasil keuangan perusahaan nantinya akan kembali kepada rakyat melalui pembayaran dividen dan pajak kepada negara yang pada akhirnya akan kembali kepada rakyat.

“Karena BRI adalah Volksbank, kami berharap keuntungannya bisa dikembalikan ke masyarakat. Misalnya, laba BRI tahun lalu mencapai Rp32,4 triliun dan dikembalikan ke pemerintah dalam bentuk dividen Rp14,05 triliun, sedangkan BRI membayar pajak Rp12,5 triliun. Total kontribusi BRI kepada pemerintah berdasarkan laba rugi tahun lalu sebesar Rp 26,5 triliun. Nantinya pemerintah bisa masuk ke APBN, lalu kembali ke berbagai program untuk masyarakat dan kembali ke rakyat,” kata Sunarso.

Sebagai acuan, BRI sangat bergantung pada pembagian kuota dividen (dividend payout ratio). Sejak tahun buku 2015, BRI telah memiliki rasio pembayaran sebesar 40% hingga 85%.

BRI bertujuan untuk membangun kembali ekonomi dengan membayar dividen 85% pada tahun 2021. Pembayaran dividen ini naik signifikan dari FY 2020 yang sebesar 65%.

BRI membuka kemungkinan optimalisasi payout ratio dalam 3-5 tahun ke depan. Dengan permodalan dan prospek pertumbuhan saat ini, BRI masih dapat menawarkan rasio pembayaran dividen di atas 70%.

Menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan

Sunarso mengatakan BRI akan tetap fokus untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan. Selain itu, bank dengan jaringan terluas di Indonesia ini tetap berkomitmen untuk mengembangkan UMKM dengan strategi “Going short, swift and less”.

“Karena kinerjanya sangat bagus, tantangannya adalah menjaga keberlanjutan, bukan pertumbuhan yang baik ini. Jadi, menurut saya, ada 4 syarat pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Pertama, ada sumber pertumbuhan baru yang jelas berkat holding Ultra Micro. Kedua, BRI harus memiliki modal yang cukup. Perseroan saat ini memiliki kecukupan modal yang sangat baik, dengan rasio kecukupan modal (CAR) BRI mencapai 24%.

Persentase ini sangat tinggi mengingat hanya dibutuhkan 17,5% untuk memenuhi persyaratan minimum Basel III. “Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa modal kita cukup untuk tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, mungkin dalam 3-4 tahun ke depan,” ujar Sunarso penuh optimisme.

Ketiga, BRI harus memiliki likuiditas yang cukup. Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI hanya 88,92%. Untuk itu, perseroan akan terus mendorong pertumbuhan kredit agar LDR mencapai level optimal sekitar 90% hingga 92%.

Terakhir, kualitas pertumbuhan itu sendiri BRI terus berupaya semaksimal mungkin untuk mengelola kredit bermasalah (NPL) dan biaya pinjaman agar terjaga dengan baik. Kredit bermasalah BRI pada triwulan III 2022 sebesar 3,09% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 3,27%.

“Dan biaya kredit kami sekarang turun dari 3% menjadi 2,88%. Saya kira akan bagus kalau kita turunkan, jadi biaya pinjaman kita sangat bagus,” tutupnya.