Adrian Joezer, Head of Equity Analysis and Strategy Mandiri Sekuritas, mengatakan permintaan saham sektor perbankan diperkirakan akan tetap terjaga di tahun 2023.
“Walaupun likuiditas masih cukup, kami perkirakan pertumbuhan kredit masih tinggi satu digit tahun ini. Kita lihat pertumbuhannya masih bagus, kita lihat kualitas aset juga akan membaik,” kata Adrian kepada wartawan, dikutip Rabu (1/11/2022).
Adrian mengatakan secara makroekonomi, rupiah terhadap dolar AS akan semakin terapresiasi pada tahun 2023.
“Laba per saham (EPS) juga harus meningkat sekitar 15 hingga 17 persen. Secara umum, katalis bagi sektor perbankan adalah positif. Hanya saja pertumbuhan EPS melambat dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Tidak seperti saham perbankan, saham teknologi belum membaik mengingat tingginya inflasi dan tingginya suku bunga.
“Saya kira di sektor teknologi sekarang ini mereka bersaing bagaimana caranya agar bisnis tetap berjalan,” kata Adrian kepada wartawan dari Menara Mandiri II, Jakarta, Selasa.
Menurut Adrian, inflasi dan suku bunga pada 2023 sulit diprediksi. Dia mengatakan bahwa ini adalah masalah besar bagi sektor teknologi.
“Saat ini inflasi dan suku bunga tinggi. Apakah inflasi ini akan kembali ke level 2 persen di AS sulit kami prediksi,” katanya.
Adrian mengatakan, perusahaan teknologi perlu berbenah agar bisa menghasilkan keuntungan lebih cepat. Investor diprediksi akan tertarik ke sektor teknologi ketika Federal Reserve AS menaikkan suku bunga.
“Menanggapi hal tersebut, menurut saya perusahaan teknologi akan terus berbenah agar dapat terus beroperasi dan menghasilkan keuntungan lebih cepat,” kata Adrian.
Katalisatornya adalah jika Fed berhenti menaikkan suku bunga, mungkin investor dapat pindah ke sektor teknologi. Tetapi perkiraan belum tentu kembali ke level sebelumnya. Anda memang harus bisa menghasilkan keuntungan agar bisa meningkatkan produktivitas,” lanjutnya.
Namun, Adrian mengatakan pasar saham teknologi bertahan selama 5 tahun terakhir. Dia mengatakan sektor teknologi sudah menuai keuntungan dari modal murah ketika suku bunga di seluruh dunia mendekati 0%.
“Mereka bisa menggalang dana dengan harga valuasi yang sangat tinggi meski belum untung,” ujarnya.