Dorong Premi Tinggi, OJK Siapkan Aturan Baru Bisnis Bancassurance

Banyaknya klaim asuransi belakangan ini mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru bagi industri asuransi.

Salah satunya menyangkut pemasaran produk asuransi melalui bank atau bancassurance.

OJK sudah memiliki draft Surat Edaran (SE) OJK yang akan menggantikan OJKK No. 32/SEOJK.05/2016 tentang jalur penjualan produk asuransi melalui kerjasama dengan bank (bank insurance).

Reorganisasi saluran penjualan produk asuransi kepada masyarakat sangat diperlukan. Perlu diingat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, bancassurance telah mendominasi saluran pemasaran lainnya dan mengungguli saluran keagenan.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan bancassurance memberikan kontribusi pendapatan premi industri asuransi sebesar Rp65,69 triliun.

Ini setara dengan 45,7 persen dari total pendapatan premi di industri asuransi. Namun, nilainya turun 6,6 persen setahun.

Salah satu peraturan yang lebih ketat dari RUU itu menyangkut biaya yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi ke bank.

Perusahaan asuransi tidak diperbolehkan membayar biaya akuisisi berupa komisi atau fee untuk jasa perantara dengan model bisnis acuan dalam produk perbankan.

Catatan: Rekomendasi dalam produk perbankan mengacu pada rekomendasi produk asuransi sebagai syarat pembelian produk perbankan dari nasabah, seperti home loan life insurance (CRL).

Dengan model bisnis ini, bank dapat bertindak sebagai penanggung pertanggungan.

Merujuk pada draf aturan tersebut, Ketua AAJI Budi Tampubolone mengatakan aturan tersebut bisa mengembalikan gambaran yang benar tentang bancassurance.

Karena produk asuransi bisa dijual oleh bank yang pasarnya luas.

“Kalau perusahaan (bank) menawarkan jasa asuransi secara berkelompok, maka bank menjadi pemegang polis, padahal bank tidak menjual produk asuransi apapun,” kata Budi akhir pekan lalu.

Eben Eser Nainggolan, Direktur BNI Life Finance, menambahkan draf aturan ini berdampak positif bagi industri asuransi.

Ini karena tanpa biaya di muka, perusahaan dapat menerapkan harga yang mencerminkan tingkat kematian dan persyaratan pengalaman dengan lebih baik.

“Selain itu, premi asuransi yang dibayarkan lebih murah dari sisi nasabah,” kata Eben kepada KONTAN kemarin (25/11/2022).

Rencana itu akan berdampak nyata bagi bank, katanya, karena mereka memperoleh pendapatan komisi dari mendistribusikan produk asuransi. Ini pada akhirnya dapat mempengaruhi sektor perbankan sehingga mereka mungkin tidak memerlukan asuransi untuk pelanggan mereka.

“Jika bank tidak mensyaratkan asuransi untuk nasabahnya, terutama untuk pinjaman yang dijaminkan seperti KPR, maka jika ada risiko kematian, ahli waris harus membayar pinjaman yang belum terlunasi,” jelasnya.

Eben mengatakan, biaya akuisisi yang diberikan kepada perbankan selama ini bervariasi tergantung kesepakatan kedua pihak. “Tapi biasanya di kisaran 10% hingga 25% premium,” ujarnya.

Sementara itu, Corporate Secretary BRI Estica Oriza Gunarto berpendapat bahwa OJK bermaksud untuk mengedepankan asas keadilan bagi produk asuransi yang didistribusikan berbasis bancassurance, dengan acuan model bisnis dalam produk perbankan.

“Penyesuaian terhadap aturan tersebut akan berdampak positif bagi bisnis bank, yaitu akan merangsang minat masyarakat terhadap produk pinjaman bank dengan menurunkan biaya asuransi jiwa kredit,” katanya.

Estika menambahkan, bisnis bancassurance kini menjadi pilar baru pertumbuhan pendapatan BRI. Dengan pemikiran tersebut, pendapatan bancassurance BRI akan tumbuh sebesar 30% per tahun hingga tahun 2022.

Laporan wartawan: Adrianus Octaviano | Sumber: tunai