Obligasi Sukuk Dan Pinjaman Menjadi Alternatif Pembiayaan Daerah

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) tentang pengelolaan dana transfer, pinjaman, dan obligasi daerah.

Rakornas membahas alternatif sumber pendanaan daerah dan pengelolaan dana transfer menyusul terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah.

Direktur Jenderal Pengembangan Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Dirjen) Agus Fatoni mengatakan, daerah kini memiliki akses ke sumber-sumber pembiayaan utang daerah, antara lain pinjaman daerah, obligasi, dan sukuk.

Hal ini menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Mekanisme Pembiayaan Utang Daerah yang telah diamandemen.

“Ada empat perubahan regulasi terkait pembiayaan utang, yakni yang pertama mengenai penyesuaian taksonomi pinjaman daerah menjadi pembiayaan utang daerah berupa pinjaman daerah, obligasi, dan sukuk sejalan dengan praktik APBN,” kata Fatoni dalam keterangannya di Jumat. (Oktober 2023).

Kedua, integrasi kewenangan DPRD untuk membiayai utang daerah dari ketetapan sebelumnya, yakni kewenangan DPRD, sekaligus diperkenalkan dalam pembahasan Kebijakan Bersama Pendapatan dan Belanja Daerah dan Prioritas dan Plafon Anggaran Pendahuluan (KUA-PPAS) saat itu. persetujuan DPRD yang diberikan saat itu, ada pembahasan APBD.

Ketiga, lanjut dia, perluasan sistem pendanaan dengan memasukkan aspek syariah seperti sukuk daerah.

Hal ini sejalan dengan aspirasi sebagian daerah yang menginginkan sistem keuangan syariah karena lebih diterima secara kultural dan politis.

“Terakhir reklasifikasi jenis pinjaman dari periode ke jenis pinjaman, yaitu pinjaman program dan pinjaman kegiatan,” jelas Fatoni.

“Untuk menghindari kerancuan dengan istilah-istilah yang membingungkan daerah sebagai regulator dan sesuai dengan praktik APBN,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari percepatan pembangunan, Fatoni menekankan, daerah harus sangat serius dalam pembiayaan utang daerah, yang digunakan untuk membiayai urusan publik yang dikelola daerah.

Hal itu dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan utang daerah, antara lain kepatuhan terhadap hukum, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, due diligence, dan profesionalisme.

Fatoni juga mengatakan, daerah berpeluang mendapatkan keringanan pajak untuk kinerja tahun lalu dan saat ini.

Insentif pajak dari transfer pemerintah didistribusikan di antara pemerintah daerah yang berfungsi dengan baik.

Dia menambahkan, kredit pajak daerah hasil tahun lalu digunakan untuk daerah yang berprestasi.

Termasuk percepatan pemulihan ekonomi daerah, antara lain infrastruktur, perlindungan sosial, dukungan usaha, khususnya UMKM, dan penciptaan lapangan kerja.

Kemudian, lanjut Fatoni, akan digunakan di daerah tertinggal untuk membangun dan mempercepat infrastruktur sebagai bagian dari pemulihan ekonomi.

“Kita perlu memastikan hal-hal seperti upah, penghasilan tambahan, honorarium, dan perjalanan tidak dapat didanai oleh kredit pajak,” kata Fatoni.